Analisis
Fenomena Kurikulum 2013 Berdasarkan Teori Positive Psychology
(Martin E.P.
Seligman)
A. Fenomena Kurikulum 2013
Kontroversi tentang kurikulum pendidikan selalu terjadi
setiap ada upaya penggantiannya. Kapan pun dan di mana pun. Hal ini sudah
lumrah. Perdebatan soal kurikulum juga tak harus dimaknai sebagai hal yang
negatif. Pada kesempatan kali ini saya akan membahas fenomena yang dilihat
dilapangan mengenai pro dan kontra pada penerapan Kurikulum 2013. Kurikulum
2013 merupakan kurikulum baru diterapkan oleh pemerintah untuk menggantikan
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan yang telah berlaku selama kurang lebih 6
tahun. Kurikulum 2013 masuk dalam masa percobaan di tahun 2013 dengan
menjadikan beberapa sekolah menjadi sekolah percobaan. Di tahun 2014, Kurikulum
2013 sudah diterapkan di Kelas I, II, IV, dan V sedangkan untuk SMP Kelas VII
dan VIII dan SMA Kelas X dan XI. Diharapkan, pada tahun 2015 telah diterapkan
di seluruh jenjang pendidikan.
Kurikulum 2013 memiliki tiga aspek penilaian, yaitu aspek
pengetahuan, aspek keterampilan, dan aspek sikap dan perilaku. Di dalam
Kurikulum 2013, terutama di dalam materi pembelajaran terdapat materi yang
dirampingkan dan materi yang ditambahkan. Materi yang dirampingkan terlihat ada
di materi Bahasa Indonesia, IPS, PPKn, dsb, sedangkan materi yang ditambahkan
adalah materi Matematika. Materi pelajaran tersebut (terutama Matematika)
disesuaikan dengan materi pembelajaran standar Internasional sehingga
pemerintah berharap dapat menyeimbangkan pendidikan di dalam negeri dengan
pendidikan di luar negeri.
Materi pembelajaran yang dirampingakan dan materi yang
ditambah akan berdampak pada tingginya jam belajar yang harus dilakukan oleh
siswa membuat kurikulum ini menjadi kurang efektif. Perubahan-perubahan yang
sering terjadi dalam kurikulum bangsa ini membuat siswa dan guru sebagai
pengajar kebingungan, siswa harus menyesuaikan cara belajar sedangkan guru
harus mampu menerapkan metode dan strategi mengajar yang sesuai dengan aturan
yang baru. Hal tersebut dapat memicu ketidakefektifan dalam kegiatan belajar
mengajar
Permasalahan yang muncul berikutnya adalah mengenai
sustansi dari materi dalam kurikum baru. Dalam kurikulum KBK banyak materi yang
dipelajari seharusnya dipelajari tidak diberikan dan materi yang semestinya ada
tidak di berikan sehingga siswa tidak dapat belajar dengan efektif dan
membuang-buang waktu. Banyak sekolah-sekolah di Indonesia yang tidak siap dalam
menerima kurikulum KBK sehingga tidak jarang sekolah yang tetap menerapkan
kurikulum 1994 tetapi dengan label KBK. Belum sempurna pelaksanaan kurikulum
tersebut tahun 2006 pemerintah membuat kejutan lagi dengan membuat kurikulum
baru yang disebut KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) yang diklaim
sebagai pengembangan dari kurikulum sebelumnya yang disempurnakan dalam
kurikulum ini setiap tingkat satuan pendidikan diberikan kebebasan dalam
merancang kurikulumnya sendiri
Namun keluarnya kurikulum ini bukan tanpa hambatan,
kurangnya sosialisasi dari pemerintah serta kurangnya pengalaman guru dalam
membuat kurikulum mengakibatkan dampak negatif baik bagi siswa maupun guru.
Seperti permasalahan sebelumnya dalam kurikulum ini juga terdapat kebingungan
yang terjadi materi yang seharusnya ada di semester pertama (pada kurikulum
sebelumnya) dipelajari lagi pada semester kedua (pada kurikulum baru) sehingga
siswa harus mempelajari mata pelajaran yang sebenarnya sudah mereka ketahui
sebelumnya.
Menurut Kepala Lembaga Pengembangan dan Pemberdayaan
Kepala Sekolah (LPPKS) Indonesia, Prof Siswandari, menilai Kurikulum 2013
merupakan instrumen hidup. Kurikulum ini bisa memberikan peradapan menjadi
lebih baik sesuai perubahan yang bersifat linier. Menurut Prof Siswandari, Kurikulum
sebelumnya (2006) tidak memasukkan sikap untuk dinilai, Kurikulum 2013 ini yang
dinilai dari ilmu pengetahuan, keterampilan, dan sikap. Sikap itu merupakan
mengejewantakan dari mereka (pelajar) saat dibangun karakternya supaya lebih
baik Sehingga, konsep dalam Kurikulum 2013 ini seharusnya diteruskan karena
perubahan mengarah pada perbaikan, bukan sebaliknya. Konsep yang baik ini harus
diteruskan.
Dia mengakui masih ada kendala teknis dalam implementasi
di lapangan, seperti belum mampu para guru mengajar dengan Kurikulum 2013. Kalau
guru-gurunya yang belum bisa mengajar (Kurikulum 2013), maka guru yang harus
belajar. Dia menganalogikan, Kurikulum 2013 ibarat smartphone yang canggih.
Dengan menggunakan peralatan itu, mestinya sang pengguna yang harus belajar
mengoperasikan, bukan peralatan canggih yang disingkirkan.
Melihat adanya kontroversi tentang kurikulum tersebut
maka Kurikulum 2013 atau biasa diringkas K-13 diputuskan oleh Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan Anies Baswedan untuk dihentikan pemberlakukannya
kecuali untuk 6.221 sekolah, dari total 205.341 sekolah dasar hingga SMA/SMK.
Selebihnya, yakni sekira 200.000 sekolah kembali menggunakan Kurikulum 2006.
Keputusan Menteri itu merupakan jalan tengah atas kontroversi penerapan K-13.
B. Pembahasan berdasarkan Teori
Jika dilihat dari teori positive psychology Seligman. Positive
Psychology adalah studi tentang emosi-emosi positif untuk meningkatkan kualitas
hidup manusia. Memfokuskan pada pemahaman dan penjelasan tentang kebahagiaan
dan subjective well-being. Secara operasional
psikologi positif didefinsikan dalam tiga ranah, yaitu kepuasan hidup dan
kesejahteraan hidup (menggambarkan positif di masa lampau), mengalir (flow) dan
bahagia (kondisi positif masa sekarang), harapan dan optimisme (positif di masa
depan)
Ada tiga dimensi psikologi positif yang berfokus pada pengalaman
manusia (Seligman & Csikszentmihalyi, 2000) (W, 2005) yang membantu untuk
menentukan ruang lingkup dan orientasi positif perspektif psikologi. yaitu :
1. Pada tingkat
subjektif. Psikologi positif melihat pernyataan subyektif positif atau emosi
positif seperti kebahagiaan, kepuasan, sukacita dengan kehidupan, relaksasi,
keintiman cinta,, dan kepuasan. Positif subjektif juga dapat mencakup pikiran
konstruktif tentang diri dan masa depan, seperti optimisme dan harapan. Positif
subjektif juga dapat mencakup perasaan energi, vitalitas, dan keyakinan, atau
efek positif emosi seperti tawa.
2. Pada tingkat
individu. Psikologi positif berfokus pada cir-ciri individu positif, atau yang
lebih lama dan persisten pola perilaku yang terlihat pada orang setiap waktu.
Penelitian ini mungkin termasuk sifat-sifat individu seperti keberanian,
ketekunan, kejujuran, atau kebijaksanaan. Artinya, psikologi positif termasuk
studi tentang perilaku positif dan sifat-sifat yang secara historis telah
digunakan untuk mendefinisikan "kekuatan karakter" atau kebajikan.
Hal ini juga dapat mencakup kemampuan untuk mengembangkan estetika sensibilitas
atau tekan menjadi kreatif potensi dan dorongan untuk mengejar keunggulan.
3. Pada tingkat
kelompok atau masyarakat. Psikologi positif berfokus pada pengembangan,
pembuatan, dan pemeliharaan lembaga positif. Dalam psikologi, area positif dialamatkan
pada isu-isu seperti pembangunan dari nilai-nilai sipil, penciptaan keluarga
sehat, studi lingkungan kerja yang sehat, dan masyarakat yang positif.
Psikologi positif juga terlibat dalam investigasi yang melihat bagaimana
lembaga-lembaga dapat bekerja lebih baik untuk mendukung dan memelihara semua
warga negara mereka mempengaruhi.
Berdasarkan fenomena kurikulum 2013 dikaitkan dengan
teori positive psychology menurut seligman bahwa K-13 ini baik untuk
diberlakukan selama tujuannya baik dan apabila program dapat disesuaikan dengan kemampuan
guru dan siswa sehingga K-13 dapat memudahkan semua pihak. Positive psychology bertujuan
untuk meningkatkan kualitas hidup manusia begitu pula dengan kurikulum baru
yaitu K-13 dapat meningkatkan kualitas hidup manusia melalui pendidikan yang lebih baik melalui kurikulum terbaru. K-13 diharapkan dapat menigkatkan kualitas hidup manusia melalui
pendidikan yang bermutu, meningkatkan kualitas pendidik dan anak didik, dan
meningkatkan kualitas kehidupan pada masyarakat khusunya pada masyarakat
Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Seligman, M.E.P.
(2002). Authentic Happiness: Using the New Positive Psychology to Realize Your Potential for Lasting
Fulfillment. New York: Free Pres.
Seligman, M.E.P.,
Csikszentmihalyi, M. (2000). Positive Psychology, an Introduction. American Psychologist, 5, 5-14..
http://news.okezone.com/read/2014/12/27/65/1084665/orangtua-setuju-kurikulum-2013 karena-murid-enjoy