Analisis Fenomena Kurikulum 2013 Ditinjau Berdasarkan Teori Martin E.P.Seligman

Selasa, 30 Desember 2014

Analisis Fenomena Kurikulum 2013 Berdasarkan Teori Positive Psychology
(Martin E.P. Seligman)

A. Fenomena Kurikulum 2013
Kontroversi tentang kurikulum pendidikan selalu terjadi setiap ada upaya penggantiannya. Kapan pun dan di mana pun. Hal ini sudah lumrah. Perdebatan soal kurikulum juga tak harus dimaknai sebagai hal yang negatif. Pada kesempatan kali ini saya akan membahas fenomena yang dilihat dilapangan mengenai pro dan kontra pada penerapan Kurikulum 2013. Kurikulum 2013 merupakan kurikulum baru diterapkan oleh pemerintah untuk menggantikan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan yang telah berlaku selama kurang lebih 6 tahun. Kurikulum 2013 masuk dalam masa percobaan di tahun 2013 dengan menjadikan beberapa sekolah menjadi sekolah percobaan. Di tahun 2014, Kurikulum 2013 sudah diterapkan di Kelas I, II, IV, dan V sedangkan untuk SMP Kelas VII dan VIII dan SMA Kelas X dan XI. Diharapkan, pada tahun 2015 telah diterapkan di seluruh jenjang pendidikan.
Kurikulum 2013 memiliki tiga aspek penilaian, yaitu aspek pengetahuan, aspek keterampilan, dan aspek sikap dan perilaku. Di dalam Kurikulum 2013, terutama di dalam materi pembelajaran terdapat materi yang dirampingkan dan materi yang ditambahkan. Materi yang dirampingkan terlihat ada di materi Bahasa Indonesia, IPS, PPKn, dsb, sedangkan materi yang ditambahkan adalah materi Matematika. Materi pelajaran tersebut (terutama Matematika) disesuaikan dengan materi pembelajaran standar Internasional sehingga pemerintah berharap dapat menyeimbangkan pendidikan di dalam negeri dengan pendidikan di luar negeri.
Materi pembelajaran yang dirampingakan dan materi yang ditambah akan berdampak pada tingginya jam belajar yang harus dilakukan oleh siswa membuat kurikulum ini menjadi kurang efektif. Perubahan-perubahan yang sering terjadi dalam kurikulum bangsa ini membuat siswa dan guru sebagai pengajar kebingungan, siswa harus menyesuaikan cara belajar sedangkan guru harus mampu menerapkan metode dan strategi mengajar yang sesuai dengan aturan yang baru. Hal tersebut dapat memicu ketidakefektifan dalam kegiatan belajar mengajar
Permasalahan yang muncul berikutnya adalah mengenai sustansi dari materi dalam kurikum baru. Dalam kurikulum KBK banyak materi yang dipelajari seharusnya dipelajari tidak diberikan dan materi yang semestinya ada tidak di berikan sehingga siswa tidak dapat belajar dengan efektif dan membuang-buang waktu. Banyak sekolah-sekolah di Indonesia yang tidak siap dalam menerima kurikulum KBK sehingga tidak jarang sekolah yang tetap menerapkan kurikulum 1994 tetapi dengan label KBK. Belum sempurna pelaksanaan kurikulum tersebut tahun 2006 pemerintah membuat kejutan lagi dengan membuat kurikulum baru yang disebut KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) yang diklaim sebagai pengembangan dari kurikulum sebelumnya yang disempurnakan dalam kurikulum ini setiap tingkat satuan pendidikan diberikan kebebasan dalam merancang kurikulumnya sendiri
Namun keluarnya kurikulum ini bukan tanpa hambatan, kurangnya sosialisasi dari pemerintah serta kurangnya pengalaman guru dalam membuat kurikulum mengakibatkan dampak negatif baik bagi siswa maupun guru. Seperti permasalahan sebelumnya dalam kurikulum ini juga terdapat kebingungan yang terjadi materi yang seharusnya ada di semester pertama (pada kurikulum sebelumnya) dipelajari lagi pada semester kedua (pada kurikulum baru) sehingga siswa harus mempelajari mata pelajaran yang sebenarnya sudah mereka ketahui sebelumnya.
Menurut Kepala Lembaga Pengembangan dan Pemberdayaan Kepala Sekolah (LPPKS) Indonesia, Prof Siswandari, menilai Kurikulum 2013 merupakan instrumen hidup. Kurikulum ini bisa memberikan peradapan menjadi lebih baik sesuai perubahan yang bersifat linier. Menurut Prof Siswandari, Kurikulum sebelumnya (2006) tidak memasukkan sikap untuk dinilai, Kurikulum 2013 ini yang dinilai dari ilmu pengetahuan, keterampilan, dan sikap. Sikap itu merupakan mengejewantakan dari mereka (pelajar) saat dibangun karakternya supaya lebih baik Sehingga, konsep dalam Kurikulum 2013 ini seharusnya diteruskan karena perubahan mengarah pada perbaikan, bukan sebaliknya. Konsep yang baik ini harus diteruskan.
Dia mengakui masih ada kendala teknis dalam implementasi di lapangan, seperti belum mampu para guru mengajar dengan Kurikulum 2013. Kalau guru-gurunya yang belum bisa mengajar (Kurikulum 2013), maka guru yang harus belajar. Dia menganalogikan, Kurikulum 2013 ibarat smartphone yang canggih. Dengan menggunakan peralatan itu, mestinya sang pengguna yang harus belajar mengoperasikan, bukan peralatan canggih yang disingkirkan.
Melihat adanya kontroversi tentang kurikulum tersebut maka Kurikulum 2013 atau biasa diringkas K-13 diputuskan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Anies Baswedan untuk dihentikan pemberlakukannya kecuali untuk 6.221 sekolah, dari total 205.341 sekolah dasar hingga SMA/SMK. Selebihnya, yakni sekira 200.000 sekolah kembali menggunakan Kurikulum 2006. Keputusan Menteri itu merupakan jalan tengah atas kontroversi penerapan K-13.

B. Pembahasan berdasarkan Teori
Jika dilihat dari teori positive psychology Seligman. Positive Psychology adalah studi tentang emosi-emosi positif untuk meningkatkan kualitas hidup manusia. Memfokuskan pada pemahaman dan penjelasan tentang kebahagiaan dan subjective well-being. Secara  operasional psikologi positif didefinsikan dalam tiga ranah, yaitu kepuasan hidup dan kesejahteraan hidup (menggambarkan positif di masa lampau), mengalir (flow) dan bahagia (kondisi positif masa sekarang), harapan dan optimisme (positif di masa depan)
Ada tiga dimensi psikologi positif yang berfokus pada pengalaman manusia (Seligman & Csikszentmihalyi, 2000) (W, 2005) yang membantu untuk menentukan ruang lingkup dan orientasi positif perspektif psikologi. yaitu :
1.  Pada tingkat subjektif. Psikologi positif melihat pernyataan subyektif positif atau emosi positif seperti kebahagiaan, kepuasan, sukacita dengan kehidupan, relaksasi, keintiman cinta,, dan kepuasan. Positif subjektif juga dapat mencakup pikiran konstruktif tentang diri dan masa depan, seperti optimisme dan harapan. Positif subjektif juga dapat mencakup perasaan energi, vitalitas, dan keyakinan, atau efek positif emosi seperti tawa.
2.  Pada tingkat individu. Psikologi positif berfokus pada cir-ciri individu positif, atau yang lebih lama dan persisten pola perilaku yang terlihat pada orang setiap waktu. Penelitian ini mungkin termasuk sifat-sifat individu seperti keberanian, ketekunan, kejujuran, atau kebijaksanaan. Artinya, psikologi positif termasuk studi tentang perilaku positif dan sifat-sifat yang secara historis telah digunakan untuk mendefinisikan "kekuatan karakter" atau kebajikan. Hal ini juga dapat mencakup kemampuan untuk mengembangkan estetika sensibilitas atau tekan menjadi kreatif potensi dan dorongan untuk mengejar keunggulan.
3.   Pada tingkat kelompok atau masyarakat. Psikologi positif berfokus pada pengembangan, pembuatan, dan pemeliharaan lembaga positif. Dalam psikologi, area positif dialamatkan pada isu-isu seperti pembangunan dari nilai-nilai sipil, penciptaan keluarga sehat, studi lingkungan kerja yang sehat, dan masyarakat yang positif. Psikologi positif juga terlibat dalam investigasi yang melihat bagaimana lembaga-lembaga dapat bekerja lebih baik untuk mendukung dan memelihara semua warga negara mereka mempengaruhi.
Berdasarkan fenomena kurikulum 2013 dikaitkan dengan teori positive psychology menurut seligman bahwa K-13 ini baik untuk diberlakukan selama tujuannya baik dan apabila program dapat disesuaikan dengan kemampuan guru dan siswa sehingga K-13 dapat memudahkan semua pihak. Positive psychology bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup manusia begitu pula dengan kurikulum baru yaitu K-13 dapat meningkatkan kualitas hidup manusia melalui pendidikan yang lebih baik melalui kurikulum terbaru. K-13 diharapkan dapat menigkatkan kualitas hidup manusia melalui pendidikan yang bermutu, meningkatkan kualitas pendidik dan anak didik, dan meningkatkan kualitas kehidupan pada masyarakat khusunya pada masyarakat Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA

Seligman, M.E.P. (2002). Authentic Happiness: Using the New Positive Psychology to Realize Your Potential for Lasting Fulfillment. New York: Free Pres.
Seligman, M.E.P., Csikszentmihalyi, M. (2000). Positive Psychology, an Introduction. American Psychologist, 5, 5-14..

Selasa, 30 Desember 2014

Analisis Fenomena Kurikulum 2013 Ditinjau Berdasarkan Teori Martin E.P.Seligman

Analisis Fenomena Kurikulum 2013 Berdasarkan Teori Positive Psychology
(Martin E.P. Seligman)

A. Fenomena Kurikulum 2013
Kontroversi tentang kurikulum pendidikan selalu terjadi setiap ada upaya penggantiannya. Kapan pun dan di mana pun. Hal ini sudah lumrah. Perdebatan soal kurikulum juga tak harus dimaknai sebagai hal yang negatif. Pada kesempatan kali ini saya akan membahas fenomena yang dilihat dilapangan mengenai pro dan kontra pada penerapan Kurikulum 2013. Kurikulum 2013 merupakan kurikulum baru diterapkan oleh pemerintah untuk menggantikan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan yang telah berlaku selama kurang lebih 6 tahun. Kurikulum 2013 masuk dalam masa percobaan di tahun 2013 dengan menjadikan beberapa sekolah menjadi sekolah percobaan. Di tahun 2014, Kurikulum 2013 sudah diterapkan di Kelas I, II, IV, dan V sedangkan untuk SMP Kelas VII dan VIII dan SMA Kelas X dan XI. Diharapkan, pada tahun 2015 telah diterapkan di seluruh jenjang pendidikan.
Kurikulum 2013 memiliki tiga aspek penilaian, yaitu aspek pengetahuan, aspek keterampilan, dan aspek sikap dan perilaku. Di dalam Kurikulum 2013, terutama di dalam materi pembelajaran terdapat materi yang dirampingkan dan materi yang ditambahkan. Materi yang dirampingkan terlihat ada di materi Bahasa Indonesia, IPS, PPKn, dsb, sedangkan materi yang ditambahkan adalah materi Matematika. Materi pelajaran tersebut (terutama Matematika) disesuaikan dengan materi pembelajaran standar Internasional sehingga pemerintah berharap dapat menyeimbangkan pendidikan di dalam negeri dengan pendidikan di luar negeri.
Materi pembelajaran yang dirampingakan dan materi yang ditambah akan berdampak pada tingginya jam belajar yang harus dilakukan oleh siswa membuat kurikulum ini menjadi kurang efektif. Perubahan-perubahan yang sering terjadi dalam kurikulum bangsa ini membuat siswa dan guru sebagai pengajar kebingungan, siswa harus menyesuaikan cara belajar sedangkan guru harus mampu menerapkan metode dan strategi mengajar yang sesuai dengan aturan yang baru. Hal tersebut dapat memicu ketidakefektifan dalam kegiatan belajar mengajar
Permasalahan yang muncul berikutnya adalah mengenai sustansi dari materi dalam kurikum baru. Dalam kurikulum KBK banyak materi yang dipelajari seharusnya dipelajari tidak diberikan dan materi yang semestinya ada tidak di berikan sehingga siswa tidak dapat belajar dengan efektif dan membuang-buang waktu. Banyak sekolah-sekolah di Indonesia yang tidak siap dalam menerima kurikulum KBK sehingga tidak jarang sekolah yang tetap menerapkan kurikulum 1994 tetapi dengan label KBK. Belum sempurna pelaksanaan kurikulum tersebut tahun 2006 pemerintah membuat kejutan lagi dengan membuat kurikulum baru yang disebut KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) yang diklaim sebagai pengembangan dari kurikulum sebelumnya yang disempurnakan dalam kurikulum ini setiap tingkat satuan pendidikan diberikan kebebasan dalam merancang kurikulumnya sendiri
Namun keluarnya kurikulum ini bukan tanpa hambatan, kurangnya sosialisasi dari pemerintah serta kurangnya pengalaman guru dalam membuat kurikulum mengakibatkan dampak negatif baik bagi siswa maupun guru. Seperti permasalahan sebelumnya dalam kurikulum ini juga terdapat kebingungan yang terjadi materi yang seharusnya ada di semester pertama (pada kurikulum sebelumnya) dipelajari lagi pada semester kedua (pada kurikulum baru) sehingga siswa harus mempelajari mata pelajaran yang sebenarnya sudah mereka ketahui sebelumnya.
Menurut Kepala Lembaga Pengembangan dan Pemberdayaan Kepala Sekolah (LPPKS) Indonesia, Prof Siswandari, menilai Kurikulum 2013 merupakan instrumen hidup. Kurikulum ini bisa memberikan peradapan menjadi lebih baik sesuai perubahan yang bersifat linier. Menurut Prof Siswandari, Kurikulum sebelumnya (2006) tidak memasukkan sikap untuk dinilai, Kurikulum 2013 ini yang dinilai dari ilmu pengetahuan, keterampilan, dan sikap. Sikap itu merupakan mengejewantakan dari mereka (pelajar) saat dibangun karakternya supaya lebih baik Sehingga, konsep dalam Kurikulum 2013 ini seharusnya diteruskan karena perubahan mengarah pada perbaikan, bukan sebaliknya. Konsep yang baik ini harus diteruskan.
Dia mengakui masih ada kendala teknis dalam implementasi di lapangan, seperti belum mampu para guru mengajar dengan Kurikulum 2013. Kalau guru-gurunya yang belum bisa mengajar (Kurikulum 2013), maka guru yang harus belajar. Dia menganalogikan, Kurikulum 2013 ibarat smartphone yang canggih. Dengan menggunakan peralatan itu, mestinya sang pengguna yang harus belajar mengoperasikan, bukan peralatan canggih yang disingkirkan.
Melihat adanya kontroversi tentang kurikulum tersebut maka Kurikulum 2013 atau biasa diringkas K-13 diputuskan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Anies Baswedan untuk dihentikan pemberlakukannya kecuali untuk 6.221 sekolah, dari total 205.341 sekolah dasar hingga SMA/SMK. Selebihnya, yakni sekira 200.000 sekolah kembali menggunakan Kurikulum 2006. Keputusan Menteri itu merupakan jalan tengah atas kontroversi penerapan K-13.

B. Pembahasan berdasarkan Teori
Jika dilihat dari teori positive psychology Seligman. Positive Psychology adalah studi tentang emosi-emosi positif untuk meningkatkan kualitas hidup manusia. Memfokuskan pada pemahaman dan penjelasan tentang kebahagiaan dan subjective well-being. Secara  operasional psikologi positif didefinsikan dalam tiga ranah, yaitu kepuasan hidup dan kesejahteraan hidup (menggambarkan positif di masa lampau), mengalir (flow) dan bahagia (kondisi positif masa sekarang), harapan dan optimisme (positif di masa depan)
Ada tiga dimensi psikologi positif yang berfokus pada pengalaman manusia (Seligman & Csikszentmihalyi, 2000) (W, 2005) yang membantu untuk menentukan ruang lingkup dan orientasi positif perspektif psikologi. yaitu :
1.  Pada tingkat subjektif. Psikologi positif melihat pernyataan subyektif positif atau emosi positif seperti kebahagiaan, kepuasan, sukacita dengan kehidupan, relaksasi, keintiman cinta,, dan kepuasan. Positif subjektif juga dapat mencakup pikiran konstruktif tentang diri dan masa depan, seperti optimisme dan harapan. Positif subjektif juga dapat mencakup perasaan energi, vitalitas, dan keyakinan, atau efek positif emosi seperti tawa.
2.  Pada tingkat individu. Psikologi positif berfokus pada cir-ciri individu positif, atau yang lebih lama dan persisten pola perilaku yang terlihat pada orang setiap waktu. Penelitian ini mungkin termasuk sifat-sifat individu seperti keberanian, ketekunan, kejujuran, atau kebijaksanaan. Artinya, psikologi positif termasuk studi tentang perilaku positif dan sifat-sifat yang secara historis telah digunakan untuk mendefinisikan "kekuatan karakter" atau kebajikan. Hal ini juga dapat mencakup kemampuan untuk mengembangkan estetika sensibilitas atau tekan menjadi kreatif potensi dan dorongan untuk mengejar keunggulan.
3.   Pada tingkat kelompok atau masyarakat. Psikologi positif berfokus pada pengembangan, pembuatan, dan pemeliharaan lembaga positif. Dalam psikologi, area positif dialamatkan pada isu-isu seperti pembangunan dari nilai-nilai sipil, penciptaan keluarga sehat, studi lingkungan kerja yang sehat, dan masyarakat yang positif. Psikologi positif juga terlibat dalam investigasi yang melihat bagaimana lembaga-lembaga dapat bekerja lebih baik untuk mendukung dan memelihara semua warga negara mereka mempengaruhi.
Berdasarkan fenomena kurikulum 2013 dikaitkan dengan teori positive psychology menurut seligman bahwa K-13 ini baik untuk diberlakukan selama tujuannya baik dan apabila program dapat disesuaikan dengan kemampuan guru dan siswa sehingga K-13 dapat memudahkan semua pihak. Positive psychology bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup manusia begitu pula dengan kurikulum baru yaitu K-13 dapat meningkatkan kualitas hidup manusia melalui pendidikan yang lebih baik melalui kurikulum terbaru. K-13 diharapkan dapat menigkatkan kualitas hidup manusia melalui pendidikan yang bermutu, meningkatkan kualitas pendidik dan anak didik, dan meningkatkan kualitas kehidupan pada masyarakat khusunya pada masyarakat Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA

Seligman, M.E.P. (2002). Authentic Happiness: Using the New Positive Psychology to Realize Your Potential for Lasting Fulfillment. New York: Free Pres.
Seligman, M.E.P., Csikszentmihalyi, M. (2000). Positive Psychology, an Introduction. American Psychologist, 5, 5-14..